Senin, 30 Agustus 2010

SEGITIGA EMAS

Seorang saudara, sahabat, juga guru yang menyayangiku #semoga Allah merahmatinya selalu#  membagi rahasia hidupnya selama ini. Menurutnya hidup ini akan tentram jika kita berinteraksi secara konsisten di tiga sudut segitiga emas kehidupan. Hal ini akan mendukung kesuksesan hidup kita. Baik hidup di dunia maupun di akhirat.

Sudut yang pertama yaitu Masjid. 
Adapun menurut istilah yang dimaksud masjid adalah suatu bangunan yang memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan beribadah kepada Allah seperti shalat, dzikir, membaca al-Qur’an dan ibadah lainnya. Dan lebih spesifik lagi yang dimaksud masjid di sini adalah tempat didirikannya shalat berjama’ah, baik ditegakkan di dalamnya shalat jum’at maupun tidak. Allah berfirman :

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menuaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah:18)

Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Barangsiapa yang rajin mendatangi masjid, maka persaksikanlah ia sebagai orang yang beriman." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan beliau menghasankannya serta yang lainnya. Didhaifkan oleh Syaikh al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ no. 509). Hadits ini dha’if, tetapi maknanya benar sesuai ayat di atas.

Shalat fardhu berjama’ah, di dalam masjid memiliki keutamaan yang besar, diantaranya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa berwudhu untuk shalat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan menuju shalat fardhu, lalu dia shalat bersama manusia –yakni bersama jama’ah di masjid-, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim)

Dengan memakmurkan masjid, kita akan belajar menjadi orang yang beriman dan pada akhirnya akan menjadi orang beriman yang sesungguhnya, Aamiiin...... Yang di maksud dengan memakmurkan masjid adalah membangun dan mendirikannya, mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah, menghormati dan memeliharanya dengan cara membersihkannya dari kotoran serta memberinya wewangian.

Sudut yang kedua yaitu Nafkah
Islam mengajarkan umatnya bekerja keras untuk mencari nafkah, baik guna mencukupi kebutuhan sendiri maupun keluarga. Mencari kayu bakar di hutan lalu menjualnya--dan pekerjaan 'sepele' lainnya--merupakan pekerjaan mulia di mata Allah SWT dan Rasul-Nya. Karena itulah Islam memberi penghargaan kepada mereka yang bekerja keras mencari nafkah. Mencari nafkah adalah suatu kebanggaan, harga diri, juga suatu kehormatan bagi seorang muslim. Giat dalam bekerja harus terpatri dalam hati setiap hari. Sebaliknya, Islam mencela umat yang malas, yang hanya menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang lain.

"'Jika selesai mengerjakan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia-Nya, dan perbanyaklah mengingat Allah agar engkau beruntung.'' (QS Al-Jumuah [62]: 10).

''Sungguh pagi-pagi seorang berangkat, lalu membawa kayu bakar di atas punggungnya, ia bersedekah dengannya dan mendapatkan kecukupan dengannya, sehingga tidak minta-minta kepada orang lain, jauh lebih baik baginya daripada meminta ke orang lain, mereka memberinya atau menolaknya. Ini karena tangan yang di atas jauh lebih baik daripada tangan di bawah, dan mulailah dari orang yang menjadi tanggungan Anda.'' (HR Muslim dan Turmudzi).

''Orang yang berusaha keras mengejar kesejahteraan dunia dengan cara-cara yang benar, dengan menjauhkan diri dari meminta-minta kepada orang lain untuk membiayai keluarganya, dan bersikap baik kepada tetangga, maka pada hari kiamat dia akan dibangkitkan Allah dengan wajah cemerlang seperti bulan purnama.'' (HR Abu Naim).

Dan telah bersabda Nabi Saw.,"Barang siapa mencari dunia secara halal, demi menghindarkan diri dari perbuatan meminta-minta, dan berupaya mencukupi kebutuhan keluarganya tanpa memberati masyarakat sekitarnya, maka kelak akan menjumpai Allah Swt. Dengan wajah bersinar laksana bulan di malam purnama raya." (Al-Hadis).

Demikian itu beberapa dalil Al-Quran dan sunnah Nabi Saw. Tentang keutamaan mencari nafkah. Namun hendaknya setiap upaya seperti itu senantiasa mencakup pula empat faktor utama yang berkaitan dengan:
(1) Keabsahannya (menurut ketentuan agama),
(2) Keadilannya (yakni tidak di sertai dengan kezaliman),
(3) Ihsan (kebajikan perilaku), dan
(4) Kehati-hatian agar tidak melanggar aturan agama.


Hadits di atas juga mengajarkan kita untuk mencari nafkah dengan cara halal. Seorang pedagang, misalnya, tidak menipu pembeli atau curang dalam menakar. Karyawan dan direksi sebuah perusahaan tidak korupsi atau melakukan mark-up. Hakim dan jaksa tidak 'menjual' perkara.
Begitupun dengan para pejabat, dari tingkat desa sampai presiden, tidak korupsi atau menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya untuk kepentingan diri dan golongannya. Betapa banyak mereka yang tergelincir karena curang dalam mencari nafkah. Banyak mantan pejabat masuk bui karena terbukti korupsi. Atau pedagang yang kehilangan pelanggan karena curang dalam menakar. Karena itulah kita harus banyak mengingat Allah SWT saat bekerja. Jangan melanggar larangan Allah SWT dalam berbisnis. Percayalah bahwa Allah Maha Mengetahui. Dia melihat apa yang kita kerjakan. Jadi tak ada gunanya curang. Sebab perbuatan itu nanti akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

''Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.'' (QS Yasin [36]: 65).

Sudut yang ketiga adalah rumah
Peradaban manusia, berlaku sejak manusia menempati sebuah rumah. Tempat manusia menjalani dimensi kemanusiaannya, melatih diri berorganisasi di tengah keseluruhan konstruksi sosial masyarakatnya. Karenanya, rumah menjadi semacam tempat bermula dan berakhir manusia. Sebagaimana halnya burung secara naluriah membangun sarang bagi kehidupannya, manusia dengan kebudayaannya (dalam makna yang luas), membangun rumah sebagai tempat paling karib bagi kehidupannya.

Inspirasi tentang hidup dan kehidupan, yang bergerak bersamaan dengan perkembangan kreativitas manusia, banyak berlangsung di dalam rumah. Meskipun dalam banyak hal, rumah yang pada mulanya sebagai tempat manusia melatih diri menjalani proses pelatihan kepemimpinan diri, bergerak fungsi nilainya. Bahkan, tak jarang rumah menjadi simbol status sosial.  Tapi hasrat paling puncak manusia adalah menjadikan rumah sebagai surga kehidupannya: baiti jannati. Dan agama mengajarkan manusia, menjadikan rumah sebagai surga.

Seharusnya rumah itu dapat menjadi pangkalan ketentraman batin dan pangkalan ketenangan jiwa.Sehingga ketika suami sudah berlumur keringat,bersimbuh peluh,bekerja dengan keras ,ia akan selalu merindukan untuk pulang kerumah. Karena rumah tangga adalah sumber ketenangan dan ketentraman yang tidak akan diperoleh dalam hiruk pikuknya kehidupan sehari hari .Demikian pula sepatutnya seorang anak begitu merindu untuk pulang kerumah karena disana akan ia dapati ibu dan ayah yang bagaikan air pelepas haus dikala dahaga. Sepatutnya pula seorang istri selalu merasa aman ,nyaman dan tentram berada untuk menikmati perjumpaan dengan suami serta anak-anaknya, sehingga semua anggota keluarga sepakat menjadikan rumah sebagai pusat ketentraman batin dan ketenangan jiwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar